KOMET.NEWS, KOTA TANGERANG – Dugaan eksploitasi kekuasaan Bagio Dullah Komari dalam Pilkada Kota Tangerang bukan sekadar rumor.

Dua posisi strategisnya. Ketua PGRI Kota Tangerang dan Kepala Bidang Pembinaan SMP Dinas Pendidikan diduga dijadikan alat mobilisasi dukungan kepada calon kepala daerah yang akhirnya tumbang.

“Tidak ada perintah tertulis, tapi tekanannya nyata dan sistematis. Guru yang tak patuh berisiko kehilangan program dan akses,” ujar seorang kepala SMP yang tak ingin disebutkan namanya. Mobilisasi ini berjalan rapi lewat jaringan PGRI dan struktur dinas, yang mestinya netral.

Namun perlawanan diam-diam juga ada. Seorang guru SD mengaku memilih memboikot instruksi memilih paslon tersebut.

“Kami takut, tapi tak bisa berbohong pada hati nurani. Diam adalah cara kami menolak,” katanya lirih, menyembunyikan identitas demi keamanan.

Kekalahan calon yang didukung Bagio memicu keretakan tajam. Saat acara penandatanganan fakta integritas sistem penerimaan siswa baru, Walikota Tangerang Sachrudin hadir, tapi interaksinya dengan Bagio dan Kepala Dinas Pendidikan nampak penuh jarak, dingin, tanpa kehangatan yang dulu biasa.

Di balik itu, dugaan penyimpangan pengadaan makin mencuat. Kepala sekolah mengungkap tekanan halus untuk membeli perlengkapan sekolah dari penyedia “pilihan.”

Mulai dari pengadaan ATK, TIK, Map dan terbaru gambar presiden dan wakilnya yang diduga sudah dikondisikan oleh dinas pendidikan dan PGRI Kota Tangerang yang penyedianya didominasi oleh tim sukses dari pasangan calon yang tumbang pada pilkada lalu.

Pada pengadaan di tingkat dinas Kasus meubeler rusak di SMPN 34 hingga pengadaan Interactive Flat Panel (IFP) bernilai miliaran yang dipaksakan ke sekolah tanpa kesiapan, jadi bukti nyata.

Kedekatan Bagio dengan Kepala Dinas Pendidikan, Jamaludin juga Ketua PGRI Provinsi Banten mengokohkan dugaan monopoli kekuasaan. Keduanya diduga bersama-sama menggerakkan mobilisasi politik yang kontroversial.

“PGRI dan dinas pendidikan sudah seperti satu mesin. Kami guru terjebak dalam sistem yang mengekang kebebasan dan memaksa kehendak,” kata seorang guru ASN.

Laporan LHKPN menunjukkan lonjakan harta Bagio dalam beberapa tahun terakhir. Klarifikasi resmi tak pernah datang, menambah kecurigaan publik.

Meski dugaan ini belum terbukti secara hukum, pola kekuasaan yang terpusat dan praktik pengondisian jelas merusak pendidikan di Tangerang.

Tim investigasi sudah mencoba menghubungi keduanya via aplikasi pesan singkatnya namun hingga berita ini diturunkan keduanya belum merespon. (Tim)

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *